KAFALAH
KARYA
TULIS
Disusun
dan Diajukan Guna Memenuhi Tugas
Perlombaan
Karya Tulis
Dalam
Rangka Memeriahkan Maulid Nabi Muhammad SAW
Oleh :
HISANDA
MADRASAH DINIYYAH BANIN
PONDOK PESANTREN AN-NAWAWI BERJAN
PURWOREJO
2014
KAFALAH
A. PENDAHULUAN
Dalam dunia usaha,
modal merupakan sesuatu yang penting. Modal tersebut dapat bersifat material,
atau immaterial (skill, trust, dan sebagainya). Untuk memenuhi kebutuhan
modal, seorang pengusaha bisa menggunakan modal sendiri atau meminjam kepada
pihak lain seperti bank. Untuk melakukan pinjaman tersebut biasanya diperlukan
beberapa syarat, di antaranya kelayakan usaha, adanya kepercayaan (track
record), dan adanya jaminan.
Berkaitan dengan
jaminan ini, dapat dibedakan dalam jaminan perorangan (personal
guarantie)dan jaminan kebendaan. Jaminan perorangan adalah suatu perjanjian
antara seorang berpiutang dengan seorang ketiga, yang menjamin dipenuhinya
kewajiban-kewajiban si berutang (debitor). Ia bahkan dapat diadakan
di luar atau tanpa pengetahuan si berutang tersebut.
Sedangkan jaminan
kebendaan dapat diadakan antara kreditor dengan debitornya, tetapi
juga dapat diadakan antara kreditor dengan orang ketiga yang
menjamin dipenuhinya kewajiban-kewajiban si berutang (debitor). Soal jaminan, sebagaimana tersebut di atas, di dalam
ajaran Islam dikenal dengan konsep kafalah yang termasuk juga
di dalam jenis dhamman (tanggungan).
B. RUMUSAN
MASALAH
Setelah melihat latar belakang yang ada dan supaya makalah ini
tidak terjadi kerancuan, maka kami merumuskan permasalahan dalam pembahasan makalah
ini.
Adapun
rumusan masalah yang diambil dari latar belakang tersebut adalah :
1.
Apa pengertian dan
dasar hukum kafalah ?
2.
Apa rukun dan syarat
kafalah ?
3.
Bagaimana aplikasinya
dalam perbankan ?
C. PEMBAHASAN
1. Pengertian
Kafalah
Kafalah adalah kesanggupan untuk
memenuhi hak yang telah menjadi kewajiban orang lain, kesanggupan untuk
mendatangkan barang yang ditanggung atau untuk menghadirkan orang yang
mempunyai kewajiban terhadap orang lain.[1]
Dalam literatur lain, definisi
kafalah adalah perjanjian pemberian penjaminan atau penanggungan. Dalam
perjanjian, kafalah diperjanjikan bahwa seseorang memberikan penjaminan kepada
seorang kreditor yang memberikan utang kepada seorang debitor, yaitu menjamin
bahwa utang kreditor akan dilunasi oleh penjamin apabila debitor tidak membayar
utangnya.[2]
Sedangkan menurut Syafi’i Antonio
yang telah dikutip oleh Sunarto Zulkifli dalam bukunya Perbankan Syariah bahwa
definisi kafalah adalah jaminan yang diberikan oleh penanggung kepada pihak
ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak kedua atau yang ditanggung.[3]
Dari definisi di atas dapat
disimpulkan bahwa kafalah adalah merupakan akad pemberian jaminan yang
diberikan satu pihak kepada pihak lain di mana pemberi jaminan bertanggung
jawab atas pembayaran kembali suatu hutang yang menjadi hak penerima jaminan.
2. Dasar
Hukum Kafalah
Dasar hukum akad kafalah dapat
dilihat dalam al-Quran dan al-Sunnah sebagai berikut :
(#qä9$s% ßÉ)øÿtR tí#uqß¹
Å7Î=yJø9$# `yJÏ9ur
uä!%y` ¾ÏmÎ/
ã@÷H¿q 9Ïèt/
O$tRr&ur ¾ÏmÎ/
ÒOÏãy .[4]
Artinya: “Penyeru-penyeru itu berkata: “kami
kehilangan piala Raja, dan siapa yang dapat mengembalikannya akan memperoleh
bahan makanan (seberat) beban unta, dan aku menjamin terhadapnya.”[5]
وَعَنْ جَابِرٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ
قَالَ: ( تُوُفِّيَ رَجُلٌ مِنَّا, فَغَسَّلْنَاهُ, وَحَنَّطْنَاهُ,
وَكَفَّنَّاهُ, ثُمَّ أَتَيْنَا بِهِ رَسُوْلَ اَللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
فَقُلْنَا: تُصَلِّي عَلَيْهِ? فَخَطَا خُطًى, ثُمَّ قَالَ: أَعَلَيْهِ دَيْنٌ ؟ قُلْنَا:
دِينَارَانِ، فَانْصَرَفَ, فَتَحَمَّلَهُمَا أَبُو قَتَادَةَ، فَأَتَيْنَاهُ,
فَقَالَ أَبُو قَتَادَةَ: اَلدِّينَارَانِ عَلَيَّ، فَقَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَقَّ اَلْغَرِيمِ وَبَرِئَ مِنْهُمَا اَلْمَيِّتُ ؟ قَالَ:
نَعَمْ, فَصَلَّى عَلَيْهِ) رَوَاهُ أَحْمَدُ, وَأَبُو دَاوُدَ, وَالنَّسَائِيُّ,
وَصَحَّحَهُ اِبْنُ حِبَّانَ, وَالْحَاكِمُ.[6]
Artinya: “Dari Jabir
Radliyallaahu 'anhu berkata: Ada seorang laki-laki di antara kami meninggal
dunia, lalu kami memandikannya, menutupinya dengan kapas, dan mengkafaninya. kemudian
kami mendatangi Rasulullah Saw. dan kami tanyakan: Apakah baginda akan
menyolatkannya? Beliau melangkan beberapa langkah kemudian bertanya: “Apakah ia
mempunyai hutang?". Kami menjawab: Dua dinar. Lalu beliau kembali. Maka
Abu Qotadah menanggung hutang tersebut. Ketika kami mendatanginya; Abu Qotadah
berkata: Dua dinar itu menjadi tanggunganku. Lalu Rasulullah Shallallaahu
'alaihi wa Sallam bersabda: “Betul-betul engkau tanggung dan mayit itu terbebas
darinya." Ia menjawab: Ya. maka beliau menyolatkannya.” Riwayat Ahmad,
Abu Dawud, dan Nasa'i. Hadits shahih menurut Ibnu Hibban dan Hakim.
3. Rukun
dan Syarat Kafalah
Adapun rukun kafalah yang telah
disebutkan dalam beberapa literatur fiqih adalah sebagai berikut :[7]
a. Kafil/dhamin
(orang yang menanggung).
b. Makful
lah (orang yang mempunyai hak atau piutang).
c. Makful
‘anhu (orang yang mempunyai kewajiban atau hutang).
d. Makful
bih (hak atau kewajiban yang ditanggung).
e. Sighat
‘ijab Qabul (ucapan serah terima).
Sedangkan syarat-syarat kafalah yang
telah disebutkan dalam beberapa literatur fiqih adalah sebagai berikut :[8]
a. Dalam
akad kafalah syarat yang harus dipenuhi oleh seorang kafil adalah ahli
tabarru’ (ahli berbuat kebajikan) dalam pandangan syariat, yaitu orang yang
berakal, baligh, dan pintar.
b. Makful
lah (orang yang mempunyai hak atau piutang) harus diketahui oleh kafil
dengan kontak langsung. Jadi tidak cukup jika hanya mengenal nama dan
keturunannya saja tanpa mengetahui langsung pada orangnya. Namun jika si kafil
mewakilkan kepada seseorang maka cukup dengan mengetahuinya si wakil terhadap makful
lah.
c. Makful
‘anhu (orang yang mempunyai kewajiban/hutang) harus memiliki tanggungan
wajib yang dapat ditanggung orang lain, baik berupa hutang atau lainnya.
d. Syarat
makful bih (hak atau kewajiban yang ditanggung) ada empat yaitu :
1) Berupa
hak yang tetap ketika pelaksanaan akad kafalah.
2) Berupa
kewajiban yang sudah pasti baik secara hukum syariat, seperti harga barang yang
dibeli setelah serah terima barang, atau masih akan menjadi kewajiban yang
tetap secara hukum syariat, seperti harga barang yang dibeli sebelum serah
terima barang.
3) Sudah
diketahui oleh pihak kafil/dhamin (penanggung) dari segi: (a). Jenis seperti
dirham atau dinar/rupiah atau dolar, (b). Kadar seperti seribu atau lebih, (c).
Sifat seperti bagus atau tidaknya, dan (d). Bendanya harus diketahui bila yang
ditanggung berupa barang.
4) Bisa
didermakan untuk kebajikan, yaitu kepemilikan hak tersebut bisa
dipindah/diberikan kepada orang lain dengan tanpa ‘iwadh (penukaran).
e. Adapun
syarat dalam sighat ada tiga macam yaitu : (1). Berupa ucapan yang
menunjukkan kesanggupan secara jelas. (2). Tidak di ta’liq (dikaitkan)
dengan apapun. (3). Tidak dibatasi dengan waktu.
4. Macam-macam
Kafalah
Kafalah atau disebut juga sebagai
penjaminan terdiri dari beberapa macam jenis yaitu :
a. Kafalah
bin-Nafs
Kafalah bin-Nafs adalah
merupakan akad memberikan jaminan atas diri (personal guarantee).[9] Akad
ini dikenal juga sebagai penjaminan wajah, yaitu komitmen penjaminan untuk
menghadirkan orang yang dijamin kepada orang yang diberi jaminan. Penjaminan
ini bisa dilakukan dengan mengatakan; “Aku adalah penjamin Fulan”, “Aku adalah
penjamin badan Fulan”, “Aku adalah penjamin wajah Fulan”, “Aku adalah
penanggung Fulan”, dan sejenisnya.
Penjaminan ini dibolehkan apabila
orang yang dijamin menanggung hak sesama manusia. Dan tidak disyaratkan
pengetahuan penjamin tentang besarnya tangunggan orang yang dijamin karena ia
menjamin badan, bukan harta.[10]
Sebagai contoh, dalam praktik
perbankan untuk bentuk kafalah bin-Nafs adalah seorang nasabah yang
mendapat pembiayaan dengan jaminan nama baik dan ketokohan seseorang atau
pemuka masyarakat. Walaupun bank secara fisik tidak memegang barang apapun,
tetapi bank berharap tokoh tersebut dapat mengusahakan pembayaran ketika
nasabah yang dibiayai mengalami kesulitan.[11]
Adapun jika penjaminan ini adalah
dalam hadd-hadd Allah maka ia tidak dibolehkan, baik hadd
tersebut adalah hak Allah, seperti hadd minum khamar, maupun hak
manusia, seperti hadd qadzf (menuduh orang lain berzina).[12]
b. Kafalah
bil-Maal
Kafalah bil-Maal adalah
merupakan jaminan pembayaran barang atau pelunasan utang. Bentuk kafalah ini
merupakan sarana yang paling luas bagi bank untuk memberikan jaminan kepada
para nasabahnya dengan imbalan atau fee tertentu.
c. Kafalah
bit-Taslim
Jenis kafalah ini bisa dilakukan
untuk menjamin pengembalian atas barang yang di sewa, pada waktu masa sewa
berakhir. Jenis pemberian jaminan ini dapat dilaksanakan oleh bank untuk
kepentingan nasabahnya dalam bentuk kerja sama dengan perusahaan penyewaan (Leasing
Company). Jaminan pembayaran bagi bank dapat berupa deposito/tabungan
dan bank dapat membebankan uang jasa (fee) kepada nasabah ini.
d. Kafalah
al-Munjazah
Kafalah al-Munjazah adalah
merupakan jaminan mutlak yang tidak dibatasi oleh jangka waktu dan untuk
kepentingan atau tujuan tertentu. Salah satu bentuk kafalah al-Munjazah
adalah pemberian jaminan dalam bentuk jaminan prestasi (Performance Bonds),
suatu hal yang lazim di kalangan perbankan dan hal ini sesuai dengan akad ini.
e. Kafalah
al-Muallaqah
Bentuk jaminan ini merupakan
penyederhanaan dari kafalah al-Munjazah, baik oleh industri perbankan
maupun asuransi.
5. Akibat-akibat
Hukum Kafalah
Apabila orang yang ditanggung tidak ada (pergi atau menghilang), maka kafil
berkewajiban menjamin sepenuhnya. Dan ia tidak dapat keluar dari kafalah,
kecuali dengan jalan memenuhi hutang yang menjadi beban 'ashil (orang
yang ditanggung). Atau dengan jalan, bahwa orang memberikan pinjaman (hutang) dalam hal ini bank menyatakan bebas untuk kafil,
atau ia mengundurkan diri dari kafalah. la berhak mengundurkan diri, karena
memang itu haknya.[13]
Adapun yang menjadi hak orang/bank
(sebagai makful lahu) boleh membatalkan akad kafalah secara sepihak. Karena hak membatalkan ini adalah hak makful lahu. Dalam hal ini apabila orang yang ditanggung melarikan diri, sedangkan ia tidak memberi tahu tempatnya, maka si penanggung
tidak wajib mendatangkannya, tetapi apabila ia mengetahui tempatnya, maka ia
wajib mendatangkannya, dan si penanggung diberikan waktu yang cukup untuk
keperluan tersebut.[14]
6.
Penerapan Kafalah dalam Perbankan
Dalam mekanisme sistem perbankan
prinsip-prinsip kafalah dapat diaplikasikan dalam bentuk pemberian jaminan bank
dengan terlebih dahulu diawali dengan pembukaan fasilitas yang ditentukan oleh
bank atas dasar hasil analisa dan evaluasi dari nasabah yang akan diberikan
fasilitas tersebut. Fasilitas kafalah yang diberikan akan terlihat pada
perkiraan administratif baik berupa komitmen maupun kontinjen.
Fasilitas yang dapat diberikan
sehubungan dengan penerapan prinsip kafalah tersebut adalah fasilitas bank
garansi dan fasilitas letter of credit. Fungsi kafalah adalah pemberian
jaminan oleh bank bagi pihak-pihak yang terkait untuk menjalankan bisnis mereka
secara lebih aman dan terjamin, sehingga adanya kepastian dalam
berusaha/bertransaksi, karena dengan jaminan ini bank berarti akan mengambil
alih risiko/kewajiban nasabah, apabila nasabah wanprestasi/lalai dalam memenuhi
kewajibannya.
Pihak bank sebagai lembaga yang
memberikan jaminan ini, juga akan memperoleh manfaat berupa peningkatan
pendapatan atas upah yang mereka terima sebagai imbalan atas jasa yang
diberikan, sehingga akan memberikan kontribusi terhadap perolehan pendapatan
mereka.
Mekanisme dan Sistem Operasi Kafalah
oleh Bank Syariah dapat kami gambarkan sebagai berikut :

Transaksi yang dapat dikelompokkan dalam
akad-akad kafalah adalah:
a. Bank
garansi dengan segala variasinya.
c. Kartu
kredit.
Sebagaimana yang telah kita ketahui, bahwa
kafalah (bank garansi) adalah merupakan jaminan yang diberikan bank atas
permintaan nasabah untuk memenuhi kewajibannya kepada pihak lain apabila
nasabah yang bersangkutan tidak memenuhi kewajibannya.[16]
Di samping itu, jaminan (penanggungan) tersebut
bisa bersifat kebendaan, seperti hak tanggungan dan jaminan fidusia
seperti jaminan perorangan (personal guarantee). Jaminan
perorangan (termasuk di dalamnya badan hukum) dalam praktek perbankan diberikan
dalam bentuk bank garansi.
Bank garansi adalah surat jaminan
yang diterbitkan oleh bank untuk menjamin pihak ketiga atas permintaan nasabah
sehubungan dengan transaksi ataupun kontrak yang telah mereka sepakati sebelumnya.
Pemberian jaminan ini pada umumnya disyaratkan oleh pihak ketiga terhadap mitra
kerjanya, yang bertujuan untuk mendapatkan kepastian dilaksanakannya isi
kontrak sesuai dengan yang telah disepakati.[17]
Bank garansi yang diterbitkan suatu bank
merupakan pernyataan tertulis untuk mengikatkan diri kepada penerima jaminan
apabila di kemudian hari pihak terjamin tidak memenuhi kewajibannya kepada
penerima jaminan sesuai dengan jangka waktu dan syarat-syarat yang telah
ditentukan. Oleh karena itu, di dalam mekanisme bank garansi terdapat tiga
pihak yang terkait, yaitu bank sebagai penjamin, nasabah sebagai terjamin atas
permintaannya, dan penerima jaminan.[18]
Bank dalam pemberian garansi ini, biasanya
meminta setoran jaminan dengan jumlah tertentu (sebagian atau seluruhnya) dari
total nilai obyek yang dijaminkan. Di samping itu, bank memungut biaya sebagai upah
(ju’alah) dan biaya administrasi.
D. KESIMPULAN
Dari
uraian-uraian yang telah dipaparkan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
kafalah adalah salah satu fasilitas perbankan syariah yang merupakan jaminan
dari si penjamin, baik berupa jaminan diri maupun barang dan sebagainya untuk
membebaskan kewajiban yang ditanggung pihak lain.
Kebolehan akad kafalah sebagai salah
satu produk perbankan syariah didasarkan pada nash al-Quran dan juga al-Sunnah,
sebagaimana yang telah disebutkan dalam pembahasan di atas.
Selain itu juga, kebolehan dalam akad
kafalah ini harus dijalankan sesuai dengan rukun dan syarat-syarat yang telah
ditentukan pula sesuai dengan hukum syariat yang tercantum di atas.
Adapun macam-macam kafalah atau
jaminan itu ada lima, yaitu kafalah bin-nafs, kafalah bil-maal, kafalah
bit-taslim, kafalah al-munjazah, dan kafalah al-muallaqah.
Sedangkan aplikasi akad kafalah dalam
perbankan yaitu, bahwa pihak bank adalah sebagai bank garansi penjamin atas
permintaan nasabah untuk memenuhi kewajibannya kepada pihak lain apabila
nasabah yang bersangkutan tidak memenuhi kewajibannya. Yang nantinya pihak bank
akan mendapat setoran atau bayaran dari total nilai obyek yang dijaminkan.
Demikianlah kesimpulan dari pembahasan yang
telah kami uraikan di atas tentang salah satu produk perbankan syariah yaitu “kafalah”.
DAFTAR PUSTAKA
Antonio, Muhammad Syafi’i. 2001. Bank Syariah dari Teori ke Praktek.
Cetakan Pertama. Jakarta: Gema Insani Press.
Departemen Agama Republik Indonesia. 1985. Al-Quran dan Terjemahnya.
Jakarta: Departemen Agama Republik Indonesia.
Hajar, Al-Hafids Ibnu. 2002. Bulughul Maram Min Adillati al- Ahkam.
Jakarta: Dar Al-Kutub Al-Islamiyah.
http://
file perbankan syariah. blogspot.com/2011/04/ pengertian-al-kafalah-guaranty.
html.
Nor, Dumairi, dkk. 2008. Ekonomi Syariah Versi Salaf. Cet ke-2.
Pasuruan Jawa Timur: Pustaka Sidogiri.
Sjahdeini, Sultan Remy. 2007. Perbankan Islam dan Kedudukannya dalam
Tata Hukum Perbankan Indonesia. Cet ke-3. Jakarta: PT. Pustaka Utama
Grafiti.
Sabiq, Muhammad Sayyid. 2010. Fiqih Sunnah. Cet ke-2, Jilid 5.
Jakarta: Pena Pundi Aksara.
Syafi’i, Antonio. 2001. Bank Syariah: Konsep, produk dan Implementasi Operasional.
Jakarta: Djambatan.
Zulkifli, Sunarto. 2003. Panduan Praktis Transaksi Perbankan Syariah.
Cetakan pertama. Jakarta: Zikrul Hakim.
[1] Dumairi
Nor, dkk. Ekonomi Syariah Versi Salaf. Cet ke-2, (Pasuruan Jawa Timur:
Pustaka Sidogiri, 2008), hal. 137.
[2] Sultan
Remy Sjahdeini. Perbankan Islam dan Kedudukannya dalam Tata Hukum Perbankan
Indonesia. Cet ke-3, (Jakarta: PT. Pustaka Utama Grafiti, 2007), hal. 87.
[3]
Sunarto Zulkifli. Panduan Praktis Transaksi Perbankan Syariah. Cetakan
pertama, (Jakarta: Zikrul Hakim, 2003), hal. 31.
[4]
Q.S. Yusuf (12) : 72.
[5]
Departemen Agama RI. Al-Quran dan Terjemahnya. (Jakarta: Departemen
Agama Republik Indonesia, 1985), hal. 360.
[6]
Al-Hafids Ibnu Hajar. Bulughul Maram Min Adillati al- Ahkam. (Jakarta:
Dar Al-Kutub Al-Islamiyah, 2002), hal. 161.
[7]
Dumairi Nor, dkk. Ekonomi Syariah.....Op.Cit, hal. 138.
[8] Ibid.
hal, 139.
[9]
Muhammad Syafi’i Antonio. Bank Syariah dari Teori ke Praktek. Cetakan Pertama.
(Jakarta: Gema Insani Press, 2001), hal. 124.
[10] Muhammad
Sayyid Sabiq. Fiqih Sunnah. Cet ke-2, Jilid 5. (Jakarta: Pena Pundi
Aksara, 2010), hal. 290.
[11]
Muhammad Syafi’i Antonio. Bank Syariah......Op.Cit, hal. 125.
[12] Muhammad
Sayyid Sabiq. Fiqih Sunnah......Op.Cit, hal. 290.
[14] Ibid.
[15] Letter
of credit adalah merupakan dokumen bank yang intinya berupa janji atau
komitmen bank kepada pihak penjual/eksportir melalui bank mereka untuk
melakukan pembayaran, pembelian atau akseptasi dokumen-dokumen yang mereka
kirim, dengan syarat apabila semua klausula-klausula yang disyaratkan dalam
dokumen tadi telah dipenuhi oleh penjual/eksportir.
[17]
Antonio Syafi’i. Bank Syariah: Konsep, produk dan Implementasi Operasional,
(Jakarta: Djambatan, 2001), hal. 242.
[18] Ibid.
0 komentar:
Posting Komentar